Bagaimana kita bisa mengejar ketinggalan dari bangsa lain bila pola pikir masyarakat kita yang ada tetap saja seperti ini, kapan kita bisa mulai belajar untuk menjadi bangsa yang maju, meninggalkan kebodohan, bukan hanya kebodohan ilmu tapi juga ketertinggalan akal dan budi pekerti beretika.
Tanpa bermaksud menjelek-jelekan bangsa sendiri, mari kita mencoba berkaca dan melihat diri kita masing masing dengan 2 hal berikut ini.
Siapapun pernah belajar sejarah betapa bangsa Jepang telah bangkit dari keterpurukan pasca di bom atom di Hiroshima dan Nagasaki di akhir perang dunia ke-2 dan kini menjadi 3 besar penguasa perekonomian dunia selain Amerika dan Cina. Yang terbaru begitu Jepang terpuruk lagi karena bencana hebat gempa dan tsunami, mereka begitu cepat bangkit dan berbenah untuk mengejar ketertinggalan, sementara kita disini yang dikaruniai alam kaya raya hanya jalan ditempat dan bergerak lamat-lamat bak siput.
Yang pertama disiplin antri (lihat perbedaan mencolok) betapa bangsa Jepang sangat menghargai kepentingan orang lain dan tidak egois, main serobot yang penting urusan kita beres persetan denga orang lain. Lihat perbandingan dibawah ini.
Inilah pemandangan antrian belum lama ini di Jepang saat korban Tsunami menerima bantuan pangan di sebuah lapangan
Sementara itu, inilah kondisi bangsa kita dalam budaya antri, berebut berdesak-desakan bahkan tak jarang jatuh korban jiwa, tidak ada yang rela mengalah
Yang kedua, adalah kepedulian pemerintah terhadap infrastruktur sangat jauh berbeda, kita lihat fakta di gambar dibawah berikut ini:
Ini kondisi nyata di Jepang betapa pihak pemerintah disana begitu cepat dan sigap memperbaiki infrastruktur yang rusak demi roda perekonomian kembali berputar
Sementara kondisi jalan rusak di tanah air kita seakan menjadi langganan tahunan proyek jalan rusak yang tak pernah ada hentinya, kita simak kutipan media berikut ini:
KUDUS – Perbaikan darurat jalan Pantura timur, utamanya Kudus-Pati, telah dilakukan pada awal Januari. Ditargetkan selesai sebelum lebaran tahun ini.
Sepanjang tahun akan terjadi pengerjaan jalan. Potensi kemacetan diperkirakan terus berlangsung. Sementara itu, jalur alternatif Kudus-Pati bagian selatan mulai rusak, sedangkan jalur alternatif utara membahayakan, karena tak dilengkapi lampu penerang jalan dan pagar pembatas.
Belum adanya drainase yang memadai disepanjang jalur Kudus-Pati berpotensi menciptakan genangan air di lajur utama dan bahu jalan. Akibatnya jalan mudah rusak.
Kepala Balai Pelaksana Teknis (BPT) Bina Marga Wilayah Pati, FA Mujiono, mengatakan drainase baru disiapkan di ruas Bareng dengan panjang sekitar 500 meter. Untuk antisipasi genangan air, pihaknya juga berencana memaksimalkan parit sawah sebagai saluran pembuangan yang berada di samping jalan. Beberapa waktu lalu, usai hujan deras sebagian badan jalan di jalur Kudus tergenang oleh banjir. Bahu jalan becek penuh lumpur dan berair.
Bahaya Kondisi memprihatinkan terjadi di jalur alternatif. Badan jalan di Desa Bulungcangkring Kecamatan Jekulo Kudus hingga perbatasan Sukolilo Pati rusak, beberapa di antaranya rusak parah. Bahkan saat banjir menggenangi sawah warga yang berada tepat di samping jalan, air meluber menutupi badan jalan setinggi 20-50 sentimeter. Akibatnya badan jalan selebar 3 meter tergerus dan menyisakan kubangan yang dalam antara 10-30 sentimeter. Beberapa truk terguling karena terperosok di kubangan jalan.
Jalur alternatif utara membahayakan karena berada di daerah pegunungan, sehingga banyak ditemui turunan-tanjakan yang curam, serta bersinggungan langsung dengan jurang di samping jalan. Beberapa truk yang bermuatan lebih dari 3 ton tak bisa menaiki tanjakan. Akhirnya terjebak dan diderek oleh truk lain atau mobil derek. Tak adanya lampu penerang mengharuskan pengendara ekstra hati-hati .
Siti Fatimah, salah seorang mahasiswa di Kudus, mengungkapkan kekesalannya. Jarak Kudus-Pati normal hanya 30 menit, jika macet bisa sampai empat jam. ”Biaya transportrasi naik. Biasanya Rp 3.000, sekarang sampai Rp 5.000,” katanya dalam seminggu minimal dua kali naik bus jurusan Kudus-Pati. (H74-24)
Sumber: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/02/20/137446/Perbaikan-Jalan-Kudus-Pati-Ditarget-Selesai-sebelum-Lebaran-
Jalan rusak hingga bisa ditanami pohon pisang sering kita jumpai di tanah air kita
Lihat saja progressnya, Januari mulai dikerjakan diharapkan selesai sebelum Lebaran, memangnya lebaran jatuh bulan apa? Berarti butuh waktu 6 bulan pengerjaan untuk memperbaiki jalan rusak di negeri kita. Di beberapa ruas jalan lain tak jarang hingga bertahun tahun tidak ada progres perbaikan jalan rusak.
Jadi terlihat sangat kontras sekali bagaimana Jepang dan Indonesia berbeda, baik dari masyarakatnya maupun pemerintahnya, lantas mau kemanakah kita ini?
Ironis!!
ruang hati.com
0 komentar:
Posting Komentar