Posting By Gallerydunia.com

Menggugat Spirit Wong Solo

Solo The Spirit of Java
Solo The Spirit of Java, sebuah kalimat yang penuh semangat, mengandung unsur prestise, gengsi dan emosi, menggetarkan hati bagi yang membaca dan mendengarnya. Menarik keingintahuan pembacanya yang belum mengetahui tentang Solo.
Mungkin adalah suatu kebanggaan bagi kita sebagai Wong Solo dengan motto diatas. Beredar berbagai model kaos maupun stiker bertuliskan “Solo The Spirit of Java” dan kita memburunya untuk melambangkan kebanggaan kita sebagai Wong Solo. Apakah kita tidak pernah berfikir bahwa motto itu adalah suatu yang berlebihan?. Apakah kita hanya korban mode? Mungkin tidak, mungkin bisa juga iya.

Saat ini kita gencar-gencarnya memakai kain batik, padahal sebelumnya kita selalu mengejek orang yang memakai baju batik “norak, kuno, ndeso”. Atau bahkan kita sering mengatakan bahwa busana batik adalah busana orang jagong dan kondangan.

Seiring waktu, penilaian kita akan Batik berubah drastis, bermula dari niat Malaysia dan China yang akan mengklaim bahwa Batik adalah warisan budaya mereka. Tapi akhirnya dalam sidang Representative Budaya PBB (UNESCO) pada tanggal 29 September 2009 menetapkan bahwa Batik adalah Karya Agung Budaya Lisan, Tak Benda Warisan Manusia Indonesia. Dimana sebelumnya pada tahun 2003, UNESCO menyatakan Wayang adalah milik Indonesia. dan tahun 2005, giliran Keris sebagai warisan budaya kita. Tentunya melalui penelitian panjang para ahli.

Puncaknya, pada tanggal 2 Oktober 2009 Presiden SBY mencanangkan bahwa pada hari itu adalah Hari Batik Nasional. Banyak instansi pemerintah dan swasta khusus hari sabtu mewajibkan pegawainya menggunakan seragam Batik.

Batik menjadi Brand Indonesia, merupakan suatu kebanggaan sendiri bagi kita sebagai orang Solo, karena Solo merupakan salah satu Kota Batik terbesar di Indonesia. Bahkan menyebut Solo sebagai ibukota Batik. Maka semakin menterenglah istilah “Solo The Spirit of Java”.

Orang Solo tak punya spirit
Untuk lebih menguatkan cita rasa Solo sebagai The Spirit of Java, sebenarnya masih banyak lagi yang bisa kita gali dari potensi dan budaya kota kita tercinta ini. Mungkin kita lupa atau bahkan melupakan satu budaya asli Solo. Jika Italia ada Opera, Betawi ada Lenong, maka Solo ada Wayang Orang yang bermarkas besar di Gedung Wayang Orang Sriwedari yang di bangun dan diresmikan oleh Paku Buwono X pada tahun 1899.
Pada era tahun 1960-1980an Wayang Orang Sriwedari mengalami masa kejayaan, dalam satu bulan tiket bisa habis 2.000- 3.000 lembar. Dengan didukung figur-figur yang melegenda. Sebut saja Surono, bu Darsih dan pak Rusman.

Kini? Meski harga tiket tak lebih dari Rp. 5.000, dengan ruangan full AC, dalam sekali pentas penontonnya dapat dihitung dengan jari. Dan penontonya juga itu-itu saja yang merupakan kaum tua. Suatu hal yang memprihatinkan. Inikah The Spirit itu? Dimana spirit orang Solo? Perkembangan jaman dan masuknya budaya asing telah meminggirkan kesenian asli Solo.
Dengan motto “Solo The Spirit of Java” tentunya kita tidak ingin melakukan blunder di kota sendiri. Sebagai Wong Solo, tentu kita tak ingin terlena oleh Motto dengan tidak mau mengenal dan melestarikan budaya Solo itu sendiri.

Kata Spirit lebih menonjolkan tentang arti budaya. Solo menjadi Spirit of Java karena Solo punya sejarah dan budaya yang kuat dan legendaries, sehingga menjadikan Solo mengangkat nama Jawa dan Indonesia.
Sebagai Wong Solo, kita lebih mengenal dangdut THR dengan berbagai maksiatnya dan Sepak Bola yang kempis-kempis daripada Wayang Orang, ketika nama Sriwedari kita dengar. Padahal budaya asli Solo adalah wayang Orangnya. Bukan dangdut apalagi sepak Bola. Inikah Spirit of Java yang kita maksud?

WO, Budaya yang me-lema-kan
Lalu bagaimana cara agar kita mencintai dan mengenal WO Sriwedari? Apa kita menunggu agar Malaysia atau Negara tetangga mengklaimkan diri bahwa Wayang Orang adalah budaya nenek moyang mereka? Seperti sejarah Batik, Reog Ponorogo dan Keris? Adalah PR bagi kita semua, tentunya kita tak hanya bisa menyalahkan masyarakatnya yang tidak mau melestarikan budaya asli.
Jika kita benar-benar ngaku sebagai Wong Solo dengan Spirit of Javanya, selayaknya kita beri dukungan yang nyata untuk budaya kita.

Kita punya PMS dan Pasoepati. Tunjukkan kontribusi nyata dalam bidang seni. Saat ini penonton WO hanya 10 orang, masih ada 490 kursi yang kosong, dimana kalian yang jumlahnya ribuan memadati Stadion Manahan? Yang tak lebih hanya korban bisnis Sepak Bola. Antara setuju dan tidak setuju kalau kesenian WO ditiadakan, tentu kita semua sangat tidak setuju. Walaupun pada hakekatnya para pemain malas pentas dengan hanya ditonton oleh segelintir orang. Sementara alasan kita malas untuk menonton adalah karena permainannya monoton. WO, benar-benar telah membuat dilematis semua pihak.

Mencoba sedikit perubahan
Mungkin sekali waktu bisa satu bulan sekali, dengan tidak mengubah Image WO, kita bisa mementaskan WO dengan warna lain. WO yang tidak hanya monoton dengan cerita Ramayana-Mahabarata, tapi dengan cerita-cerita yang lagi naik daun pada saat ini. Contoh saja soal KPK, Century, Pilkada yang dikemas dengan tokoh Wayang yang ada. Kalau Alm. Timbul mengorbitkan Ketoprak Humor, maka perlu dicoba WO memunculkan Wayang Mbeling.

Dengan didukung publikasi yang menarik, pemain yang menguasai materi, tentu akan menarik minat dan rasa penasaran masyarakat untuk menyaksikan. Memang untuk pertunjukkan itu dibutuhkan pandalaman materi yang matang. Tidak seperti yang dilakoni selama ini. Dimana alur ceritanya sudah mendarah daging. Tanpa skenariopun dapat berjalan dan penontonnya sudah bisa menebak ending dan kemana arah cerita.
Memang tak bisa dipungkiri kalau dibandingkan dengan kota lain, Solo mempunyai nilai histories yang lebih dengan ragam budayanya. Tapi, setelah kita mengikrarkan diri dengan menyebut Solo sebagai the Spirit of Java, alangkah lebih fair jika kemudian kita instropeksi kemudian melakukan pembenahan untuk menguatkan opini tersebut. Sekali lagi adalah sebuah blunder jika pada suatu saat ada orang luar daerah atau orang asing mengetahui kemudian melakukan penelitian tentang WO Sriwedari yang memprihatinkan.
Kita semua mengetahui dimana saat ini kita berdiri dan peranan kita, sekaranglah saatnya bergerak untuk lebih menunjukkan bahwa Solo benar-benar The Spirit of Java.
sumber dari eko pri maryanto  
email :  pankreas106@gmail.com





" HIDUP KAN GALLERYDUNIA.COM DENGAN BUDAYA KAN BERKOMENTAR"
"Semua Komentar terlebih dahulu melalui moderator dan akan di tampilkan dalam paling lambat 1 x 24 jam dan untuk email pemberitahuan komentar yang di terbitkan atau replay silahkan klik ' Subscribe by email ; ,komentar spam ,caci maki ,berbau,porno; dan lain-lain yang dapat memancing; keributan akan admin hapus..!! terima kasih.
" JIKA ADA GAMBAR ATAU ARTIKEL YANG RUSAK MOHON BATUAN PEMBACA SETIA UNTUK MEMBERITAHUKAN ADMIN DENGAN BERKOMENTAR DI BAWAH INI "





0 komentar:

Posting Komentar