Untuk mendatangkan hujan, teknik yang sering dilakukan adalah dengan melakukan penyemaian awan dengan menggunakan bahan yang bersifat higroskopik (menyerap air), sehingga proses pertumbuhan butir-butir hujan di dalam awan akan meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya hujan.
Awan yang digunakan untuk membuat hujan buatan adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang bentuknya seperti bunga kol. Setelah lokasi awan diketahui, pesawat terbang yang membawa bubuk khusus yang terdiri dari glasiogenik berupa Perak Iodida, diterbangkan menuju awan. Pesawat juga membawa bubuk untuk “menggabungkan” butir-butir air di awan yang bersifat higroskopis seperti garam dapur atau Natrium Chlorida (NaCl), atau CaCl2 dan Urea.
Namun selain menggunakan teknik ilmiah seperti yang diterangkan diatas, ada juga cara mendatangkan hujan dengan melakukan ritual. Tentunya tak ada penjelasan ilmiah dalam sebuah ritual, hanya berdasarkan keyakinan secara turun temurun dan telah jadi tradisi.
Apa saja ritual tersebut? Berikut adalah lima ritual pemanggil hujan yang ada di Indonesia.
1. Ritual Ojung (Bondowoso)
Ritual Ojung diawali dengan tarian Topeng Kuna dan Rontek Singo Wulung. Puncak dari ritual ini adalah pertandingan adu rotan yang dilecutkan ke tubuh. Pesertanya terdiri dari pria dewasa mulai dari usia 17 hingga 50 tahun. Selain untuk memohon hujan, ritual ini juga dimaksudkan untuk menolak bala bagi masyarakat desa sekitar.
2. Ritual Cowongan (Banyumas)
Cowongan, yang jika diartikan oleh warga setempat artinya menghiasi wajah. Ritual cowongan ini adalah ritual yang dengan sengaja dilakukan seseorang untuk menghias wajah, ritual ini dipercaya dapat menurunkan hujan berkat bantuan Dewi Sri yang merupakan dewi pangan serta pemberi kesejahteraan bagi umat manusia. Yang boleh melakukan ritual Cowongan hanyalah kaum wanita. Menurut cerita warga setempat, yang datang dan merasuki properti Cowongan adalah bidadari sehingga kaum laki-laki tidak boleh memegang properti itu.
3. Ritual Unjungan (Purbalingga & Banjarnegara)
Seperti ritual Ojung, Unjungan merupakan tradisi adu pukul menggunakan rotan yang dilakukan kedua pria. Sebelum beradu pukul berlangsung biasanya pemain Unjungan akan menari terlebih dahulu dangan iringan musik, setelah musik selesai barulah mereka beradu. Ritual ini akan terus dilakukan jika hujan belum juga turun, namun jumlahnya dihitung secara ganjil. Apabila setelah tiga kali dilaksanakan masih belum turun hujan, maka Unjungan dilaksanakan lagi sebanyak tujuh kali, begitu seterusnya.
4. Ritual Cambuk Badan Tiban (Tulungagung)
Ritual adu cambuk ini dilakukan untuk meminta hujan yang dilakukan oleh warga Desa Wajak, Boyolali, Tulungagung. Dulunya tradisi Cambuk Badan Tiban dilakukan oleh Tumenggung Surotani II untuk mencari bibit prajurit yang tangguh, namun seiring pergeseran zaman, tradisi Cambuk badan tiban dijadikan cara untuk mendatangkan hujan bagi warga setempat. Darah yang keluar akibat dari cambukan inilah yang dipercaya warga akan mendatangkan hujan.
5. Ritual Gedub Ende (Bali)
Serupa dengan ritual Ojung dan Unjungan, Gedub Ende pun menampilkan dua pria yang beradu rotan dalam ritualnya. Rotan dalam masyarakat Bali disebut Ende, sedangkan Gedub merupakan alat yang digunakan untuk menangkis rotan yang digunakan peserta. Dalam pertarungan Gedub Ende ada seorang wasit yang bernama Saye. Wasit inilah yang nantinya memberikan peringatan kepada pemain yang melakukan pelanggaran. Darah yang ditimbulkan dalam pertarungan Gedub Ende diyakini warga akan mendatangkan hujan.
0 komentar:
Posting Komentar